Tujuan Penulisan Teori Kognitif pada Blog ini adalah agar para pembaca dapat memahami Teori Kognitif dalam bidang pendidikan sehingga dapat diaplikasikan pada pembuatan Rencana Program Pembelajaran (RPP).
TEORI KOGNITIF - Jean Piaget
Pengertian Kognitif
·
Secara etimologi : berasal dari kata Latin
‘cognoscere’ yang artinya mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi)
ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976).
·
Secara terminology : kognitif adalah kepercayaan
seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang
seseorang atau sesuatu
Kognitif adalah salah satu ranah dalam
taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi
intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar
kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan
memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki
kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan
mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari
Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka
sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari
perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam
dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu
menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan
informasi baru.
2. TAHAP PERKEMBANGAN
Jean
Pieget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap
(Robert, 2007), antara lain:
a. Tahap Sensorimotor (kelahiran hingga usia
2 tahun)
Ada
beberapa tahapan yang terjadi pada periode sensomotor ini, antaralain :
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul
saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari
usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular
sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan
berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular
sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular
tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan
berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan
terutama dengan tahapan awal kreativitas.
b. Tahap Pra Operasional (usia 2 tahun
hingga 6-7 tahun)
Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam
tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan
gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan
untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan
objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau
bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya
berbeda-beda.
c. Tahap Operasional Kongret (usia 6-7 tahun
hingga 11-12 tahun)
Proses-proses penting yang terjadi selama tahapan
operasional konkrit adalah :
1. Pengurutan, kemampuan untuk
mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya,
bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama
dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau
karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan
benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan).
3. Decentering, anak mulai mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh
anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya
dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility, anak mulai memahami bahwa
jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk
itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama
dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservasi, memahami kuantitas, panjang,
atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Contoh, bila anak diberi cangkir
yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke
gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak
dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme,
kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang
tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang
memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan,
kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti
kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti
akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka
itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
d. Tahap Operasional Formal (usia 11-12
tahun hingga dewasa)
Tahap ini mulai dialami anak
dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta,
bukti logis, dan nilai.
Karakteristik Perkembangan Kognitif dibedakan menjadi Dua:
1. Anak-anak (usia sekolah dasar)
Aktivitas mental anak terfokus pada objek nyata atau kejadian yang
pernah dialaminya, yang berarti bahwa anak usia sekolah dasar sudah memiliki
kemampuan berpikir melalui urutan sebab-akibat.
2. Remaja (SMP dan SMA)
Ditandai dengan kemampuan berpikir secara abstrak dan hipotesis,
sehingga ia mampu memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi.
- Hereditas (keturunan) – dipengaruhi oleh instruksi biologis yang diwariskan
- Lingkungan – mempengaruhi karakteristik yang sebagian besar dikendalikan oleh faktor hereditas.
- Hereditas dan Lingkungan – gen membutuhkan dukungan lingkungan agar dapat beroperasi.
Hubungan Kognitif dengan Hasil Belajar
Hubungan kognitif dengan hasil belajar
sangat berperan penting, karena tanpa adanya fungsi kognitif pada siswa ia
tidak akan mampu memahami apa yang disampaikan guru, sehingga hasil belajarnya
pun akan kurang maksimal.
Asumsi-asumsi Dasar Teori Kognitif Sosial
dan Implikasinya bagi pendidikan menurut Jean Pieget (Ellis, 2008)
- Belajar dengan mengamati
Bantulah siswa menguasai perilaku baru dengan lebih cepat dengan
memodelkan (mencontohkan) perilaku tersebut.
- Belajar sebagai proses internal yang bisa tercermin dalam perilaku
Ingatlah bahwa hasil pembelajaran yang baru tidak selalu Nampak
seketika, melainkan tercermin dalam perilaku siswa kelak.
- Perilaku yang berorientasi tujuan
Dorongan siswa menetapkan tujuan-tujuan yang produktif bagi diri
mereka sendiri, khususnya yang menantang namun dapat dicapai.
Ayat Al Qur’an yang berhubungan dengan
perkembangan kognitif, yaitu Q.S.An-Nahl/16:11
sumber gambar : dokumen penulis
Ayat tersebut menegaskan kekuasaan
Allah, menjelaskan pada manusia bahwa kenyataan-kenyataan empiris dalam ala
mini seharusnya menjasi wadahnya dalam memanfaatkan akalnya untuk berpikir, dan
dengan demikian mampu membina ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Allah adalah
kenyataan alami yang berlangsung menurut sunnahnya dan ayat-ayat ini berfungsi
sebagai penjelasan agar manusia melatih dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya.
Aplikasi dari Teori Jean Piaget
Berdasarkan teori di atas, maka Rencana Program Pembelajaran dapat disusun sebagai berikut :
RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN
Mata
Pelajaran : Fisika
Kelas/
Umur : IX / umur 15 tahun
Materi
Pokok : Kemagnetan
Alokasi
Waktu : 2 x 1,5 jam pertemuan
Semester : Genap
A.
Tujuan Pembelajaran:
I.
Ranah Kognitif - Pengetahuan, siswa
mampu:
Tahapan=
tahap Operasional Formal (usia 11 tahun – dewasa)
Kode
C1 : Mengidentifikasi benda magnet dengan benda bukan magnet
Kode
C2 : Menjelaskan cara pembuatan magnet dan kutub-kutub magnet yang dihasilkan
Kode
C6 : Menunjukkan sikap kutub magnet
II. Ranah
Afektif - Sikap, siswa mampu:
Kode A3 : Menunjukkan letak magnet
bumi terhadap letak geografis bumi
Kode A4 : Menghubungkan cara kerja
elektromagnetik dan penerapannya dalam beberapa teknologi.
III. Ranah
Psikomotorik - Keterampilan, siswa mampu:
Kode P4 : Mengoperasikan arah gaya
Lorentz dengan kaidah tangan kanan
Kode P4 : Menunjukkan pentingnya
pemanfaatan kemagnetan dalam produk teknologi
Kode P3 : Mempraktekan cara
pembuatan magnet sederhana melalui induksi magnet
B.
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:
1. Pendahuluan
Prasyarat : Membedakan tentang benda magnet dengan bukan
megnet.
Memahami yang dimaksud dengan benda magnetik
Motivasi :
Apa yang dimaksud dengan benda magnetic?
Mengapa besi digunakan untuk mengukur sebuah
magnet sementara
2. Kegiatan
Inti
a. Melakukan
questioning pengetahuan siswa tentang kemagnetan
b. Menjelaskan
macam-macam benda magnetic, cara pembuatan dan kutub-kutub yang dihasilkan.
c. Menjelaskan
materi kemagnetan bumi
d. Menjelaskan
materi electromagnet dan penerapannya dalam beberapa teknologi
e. Menjelaskan
materi gaya Lorentz dan kaidah tangan kanan
f. Menjelaskan
materi pemanfaatan kemagnetan dalam produk teknologi
3. Tugas
Terstruktur
§ Diskusi
tentang konsep kemagnetan suatu benda
§ Diskusi
pemechan masalah arah garis gaya magnet berdasarkan cara pembuatannya
§ Diskusi
mengenai medan magnet di sekitar arus listrik
§ Siswa
mampu memaparkan faktor yang memengaruhi kekuatan electromagnet
§ Siswa
menjawab permasalahan arah gaya Lorentz berdasarkan kaidah tangan kanan
§ Siswa
dapat menghitung berdasarkan gaya Loterntz
4. Tugas
Mandiri :
o
Mendata contoh
benda megnetik yang ada di lingkungan sekitar beserta manfaatnya
o
Mengerjakan
soal-soal yang berkaitan dengan kemagnetan
o
Mendata
peristiwa medan magnet yang ditimbulkan arus listrik
C.
Penilaian:
i.
Jenis Tagihan :
Tugas, pekerjaan rumah, dan formatif
ii.
Tindak Lanjut :
v Siswa
dinyatakan berhasil jika tingkat pencapaiannya 75% atau lebih
v Memberikan
program remedial untuk siswa yang tingkat pencapaiannya kurang dari 75%
iii.
Sumber bacaan :
ü Buku
BSE Ilmu Pengetahuan Alam
ü LKS
Sumber:
Ellis, Jeanne O., Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.2008
Neiser, Ulric., Cognition and Reality : Principles and Implications of Cognitive Psychology. Sans Fransisco : Freeman and Company.1976