Monday, 21 April 2014

Rencana Program Pembelajaran (RPP) Berdasarkan Teori Kognitif - Jean Piaget



 Tujuan Penulisan Teori Kognitif pada Blog ini adalah agar para pembaca dapat memahami Teori Kognitif dalam bidang pendidikan sehingga dapat diaplikasikan pada pembuatan Rencana Program Pembelajaran (RPP).


                          TEORI KOGNITIF -  Jean Piaget
Pengertian Kognitif
·         Secara etimologi : berasal dari kata Latin ‘cognoscere’ yang artinya mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976).
·         Secara terminology : kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.

2. TAHAP PERKEMBANGAN
Jean Pieget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap (Robert, 2007), antara lain:
a.    Tahap Sensorimotor (kelahiran hingga usia 2 tahun)
 Ada beberapa tahapan yang terjadi pada periode sensomotor ini, antaralain :
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

b.    Tahap Pra Operasional (usia 2 tahun hingga 6-7 tahun)
Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
c.    Tahap Operasional Kongret (usia 6-7 tahun hingga 11-12 tahun)
Proses-proses penting yang terjadi selama tahapan operasional konkrit adalah :
1.  Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau  ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
3. Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservasi, memahami kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

d.    Tahap Operasional Formal (usia 11-12 tahun  hingga dewasa)
Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai.

Karakteristik Perkembangan Kognitif dibedakan menjadi Dua:
1.    Anak-anak (usia sekolah dasar)
Aktivitas mental anak terfokus pada objek nyata atau kejadian yang pernah dialaminya, yang berarti bahwa anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan berpikir melalui urutan sebab-akibat.
2.    Remaja (SMP dan SMA)
Ditandai dengan kemampuan berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Kognitif (Ellis, 2008)
  • Hereditas (keturunan) – dipengaruhi oleh instruksi biologis yang diwariskan
  • Lingkungan – mempengaruhi karakteristik yang sebagian besar dikendalikan oleh faktor hereditas.
  •  Hereditas dan Lingkungan – gen membutuhkan dukungan lingkungan agar dapat beroperasi.
Hubungan Kognitif dengan Hasil Belajar
            Hubungan kognitif dengan hasil belajar sangat berperan penting, karena tanpa adanya fungsi kognitif pada siswa ia tidak akan mampu memahami apa yang disampaikan guru, sehingga hasil belajarnya pun akan kurang maksimal.

Asumsi-asumsi Dasar Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya bagi pendidikan menurut Jean Pieget (Ellis, 2008)
  • Belajar dengan mengamati
Bantulah siswa menguasai perilaku baru dengan lebih cepat dengan memodelkan (mencontohkan) perilaku tersebut.

  • Belajar sebagai proses internal yang bisa tercermin dalam perilaku
Ingatlah bahwa hasil pembelajaran yang baru tidak selalu Nampak seketika, melainkan tercermin dalam perilaku siswa kelak.

  •     Perilaku yang berorientasi tujuan
Dorongan siswa menetapkan tujuan-tujuan yang produktif bagi diri mereka sendiri, khususnya yang menantang namun dapat dicapai.

Ayat Al Qur’an yang berhubungan dengan perkembangan kognitif, yaitu Q.S.An-Nahl/16:11


 sumber gambar : dokumen penulis

            Ayat tersebut menegaskan kekuasaan Allah, menjelaskan pada manusia bahwa kenyataan-kenyataan empiris dalam ala mini seharusnya menjasi wadahnya dalam memanfaatkan akalnya untuk berpikir, dan dengan demikian mampu membina ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Allah adalah kenyataan alami yang berlangsung menurut sunnahnya dan ayat-ayat ini berfungsi sebagai penjelasan agar manusia melatih dan mengembangkan kemampuan berpikirnya.

 Aplikasi dari Teori Jean Piaget 
            Berdasarkan teori di atas, maka Rencana Program Pembelajaran dapat disusun sebagai berikut :

RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran     : Fisika
Kelas/ Umur        : IX / umur 15 tahun
Materi Pokok       : Kemagnetan
Alokasi Waktu     : 2 x 1,5 jam pertemuan
Semester              : Genap


A.    Tujuan Pembelajaran:

I.     Ranah Kognitif - Pengetahuan, siswa mampu:
Tahapan= tahap Operasional Formal (usia 11 tahun – dewasa)
Kode C1 : Mengidentifikasi benda magnet dengan benda bukan magnet
Kode C2 : Menjelaskan cara pembuatan magnet dan kutub-kutub magnet yang dihasilkan
Kode C6 : Menunjukkan sikap kutub magnet

II.       Ranah Afektif - Sikap, siswa mampu:
Kode A3 : Menunjukkan letak magnet bumi terhadap letak geografis bumi
Kode A4 : Menghubungkan cara kerja elektromagnetik dan penerapannya dalam beberapa teknologi.

III.    Ranah Psikomotorik - Keterampilan, siswa mampu:
Kode P4 : Mengoperasikan arah gaya Lorentz dengan kaidah tangan kanan
Kode P4 : Menunjukkan pentingnya pemanfaatan kemagnetan dalam produk teknologi
Kode P3 : Mempraktekan cara pembuatan magnet sederhana melalui induksi magnet




B.     Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:

1.      Pendahuluan  
Prasyarat          : Membedakan tentang benda magnet dengan bukan megnet.
                                  Memahami yang dimaksud dengan benda magnetik
Motivasi          :  Apa yang dimaksud dengan benda magnetic?
                           Mengapa besi digunakan untuk mengukur sebuah magnet sementara
2.      Kegiatan Inti
a.       Melakukan questioning pengetahuan siswa tentang kemagnetan
b.      Menjelaskan macam-macam benda magnetic, cara pembuatan dan kutub-kutub yang dihasilkan.
c.       Menjelaskan materi kemagnetan bumi
d.      Menjelaskan materi electromagnet dan penerapannya dalam beberapa teknologi
e.       Menjelaskan materi gaya Lorentz dan kaidah tangan kanan
f.       Menjelaskan materi pemanfaatan kemagnetan dalam produk teknologi

3.      Tugas Terstruktur
§  Diskusi tentang konsep kemagnetan suatu benda
§  Diskusi pemechan masalah arah garis gaya magnet berdasarkan cara pembuatannya
§  Diskusi mengenai medan magnet di sekitar arus listrik
§  Siswa mampu memaparkan faktor yang memengaruhi kekuatan electromagnet
§  Siswa menjawab permasalahan arah gaya Lorentz berdasarkan kaidah tangan kanan
§  Siswa dapat menghitung berdasarkan gaya Loterntz

4.      Tugas Mandiri :
o   Mendata contoh benda megnetik yang ada di lingkungan sekitar beserta manfaatnya
o   Mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan kemagnetan
o   Mendata peristiwa medan magnet yang ditimbulkan arus listrik

C.     Penilaian:
                                i.            Jenis Tagihan : Tugas, pekerjaan rumah, dan formatif

                              ii.            Tindak Lanjut :
v  Siswa dinyatakan berhasil jika tingkat pencapaiannya 75% atau lebih
v  Memberikan program remedial untuk siswa yang tingkat pencapaiannya kurang dari 75%

                            iii.            Sumber bacaan :
ü  Buku BSE Ilmu Pengetahuan Alam
ü  LKS


Sumber:
Ellis, Jeanne O., Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.2008
Neiser, Ulric., Cognition and Reality : Principles and Implications of Cognitive Psychology. Sans Fransisco : Freeman and Company.1976
      
 

No comments:

Post a Comment